Tidaklah aneh jika suamiku marah-marah hanya karena
kupon togel terbarunya hilang. Bagaimana tidak, sepertinya baru kali ini dia
akan mendapatkan uang banyak karena nomor yang dibelinya telah keluar dalam
undian togel.
Sudah cukup banyak uang suamiku dihabiskan untuk membeli kupon togel di
agen togel di prapatan. Setiap pembelian tidak kurang dari tujuh kupon dengan
tujuh angka dibelinya dengan harapan salah satu angka yang dibeli tersebut akan
keluar dalam undian nantinya. Akan tetapi memang kemungkinan keluar angka dalam
undian sangatlah kecil.
Sudah berkali- kali aku berusaha untuk memperingatkan suamiku bahwa apa
yang dia kerjakan adalah kurang tepat dan tidak benar. Apalagi sekarang ini
nilai uang sangatlah rendah dibanding dengan dulu sebelum krisis. Untungnya aku
mempunyai sumber penghasilan sendiri dari kerja di pabrik rokok, sehingga dia
masih agak leluasa membelanjakan uangnya. Kami biasa berbagi dan mengumpulkan
uang untuk rumah tangga. Suamiku bekerja sebagai sopir angkutan kota. Keadaan
kami tidaklah kekurangan, lumayan untuk sekedar menyambung hidup di kota besar
yang ketat dengan persaingan.
Ceritanya berawal pada saat kami didatangi dua orang tamu yang bagiku
cukup menyeramkan. Salah seorang diantaranya mempunyai rambut panjang dan
sepertinya tidak terawat, kulit hitam, dan mengenakan pakaian seperti jubah
berwarna putih usang. Orang tersebut berbicara dengan suara parau dan keras
menggetarkan seluruh dinding triplek rumahku. Yang satu lagi cukup pendiam
dengan perawakan kecil dan baju lusuh.
Aku tidak pernah mendapatkan cerita dari Mas Herman mengenai kedua orang
itu. Tapi kupikir mungkin mereka ini teman baru. Kudengar dari dalam, ternyata
mereka membicarakan wangsit yang telah datang di Malam Jumat Kliwon kemarin.
Wangsit itu mengatakan bahwa keluarga kami, yaitu Mas Herman, suamiku akan
mendapatkan anugerah dan berkah dalam waktu dekat ini. Tetapi akhirnya kedua
orang itu yang mengaku berasal dari salah satu perguruan silat di daerah tepi
kota, meminta semacam uang lelah atau
ongkos angkutan sebelum pamit pulang kepada Mas Herman. Dan jika berkenan kami
dipersilakan untuk mampir di padepokan mereka.
Di jaman yang maju ini kupikir ada-ada saja ulah orang untuk mendapatkan
uang. Bagiku kedua orang yang sebetulnya tidak dikenal tersebut tidak lebih
hanyalah tukang tipu yang hendak menipu kami. Tapi aku yakin bahwa Mas Herman
orangnya tidak mudah terperdaya oleh tipuan-tipuan semacam itu.
Akan tetapi yang terjadi kemudian sungguh aneh. Mas
Herman mengaku bermimpi tentang sebuah keberuntungan setelah kehadiran kedua
orang itu. Dalam mimpinya, dua kali suamiku itu terus mendapatkan nomor togel
dengan nomor yang sama. Dulu mimpi dan ramalan tentang nomor undian tidak pernah
digubris oleh suamiku karena memang sebenarnya dia tidak suka dengan Togel atau
Undian Harapan atau apalah namanya. Tetapi nomor dalam mimpinya itu ternyata
adalah nomor yang keluar. Dan akhirnya Mas Herman menjadi penasaran dan
kemudian rajin membeli nomer togel.
Sebelumnya tak pernah kualami Mas Herman marah-marah hanya karena
kehilangan barang. Mungkin kali ini adalah momen yang paling tepat untuk
membuktikan mimpi-mimpinya, membuktikan wangsit yang datang dari dua tamu itu,
dan juga mengurangi rasa penasaran yang
timbul selama ini berkaitan dengan nomor togel. Aku sudah berusaha membantu
mencarikan dimana letak dari lembaran kertas togel itu. Meskipun banyak juga kertas-kertas
togel terdahulu yang belum terbuang.
Suamiku berkata bahwa jikalau dia ternyata berhasil mendapatkan uang
dengan togel untuk yang pertama, dia akan segera menghentikan permainan togel
ini. Kenyataan sekarang berkata bahwa dengan mempunyai 3 angka sesuai keluar
dalam penarikan akan mendapatkan uang 450 kali dari uang yang disetorkan, dan
seharusnya hari ini bisa langsung mengambil uangnya dengan kupon sebagai bukti
tentunya. Akan tetapi karena entah hilang di mana maka suamiku tidak bisa pergi
ke penjual kupon untuk menukar kuponnya dengan uang.
“Sudahlah Mas….,” ucapku sambil meletakkan tanganku setengah bersandar ke
pundak belakangnya. “Memang belum saatnya kita mendapatkan uang seperti
keinginanmu mungkin…, lagian kita kan sudah ada tabungan kalau hanya untuk
membuat pagar dan mengecat dinding” lanjutku menghiburnya.
“Iya, tapi aku masih penasaran Dik, dengan kedua orang yang datang tempo
hari”, jawabnya. “Bagaimana kalau kita ke padepokan mereka seperti yang mereka
minta…?”. “Aku kan sibuk Mas. Paling jam 3 sore aku baru bisa sampai rumah. Itu
pun kalau tidak lembur”, sanggahku. “Mereka itu tadinya kuanggap sambil lalu
saja Dik Nita…., tapi akhirnya kok aku jadi sering bermimpi tentang apa yang
mereka sebut-sebut wangsit dan berkah itu…”.
“Dan anehnya lagi tadi malam aku bermimpi lagi, tapi kali ini terasa
jelas sekali. Orang yang berambut panjang kemarin itu, yang namanya Pak Surya
datang dengan pakaian serba hitam. Sembari tersenyum ramah dia mengajakku
berbicara dalam sebuah taman yang penuh dengan bunga. Anginnya sejuk sekali
dalam taman itu. Setelah dia memberikan secarik gulungan kertas bertuliskan
nomor togel, aku mengantuk dan tidur. Setelah bangun aku menyadari bahwa aku
telah berada di tepi sungai yang sangat lebar dengan banyak buayanya”.
“Ketika sedang asyik bermain air di tepi sungai itu seekor buaya yang
cukup besar berusaha menyerangku. Aku langsung lari secepat mungkin akan tetapi
kakiku tersandung sesuatu dan aku langsung terbangun”, katanya sambil menoleh
ke wajahku. “Lalu kamu cari tahu ke teman-temanmu berapa nomor untuk buaya”,
sambungku menerka kelanjutan ceritanya. “Tepat…, dan kali ini aku betul-betul
mendapat kesempatan itu, tapi….kuponnya kok bisa hilang ya….”, sambil
menyeringai menahan jengkel. “Sudah kucari kemana-mana Mas, tapi ndak ada…”.
Karena memang sudah lama mencari dan tak ketemu, akhirnya dia putuskan untuk
merelakan saja hilangnya kupon togel itu.
Keesokan harinya kembali suamiku dengan tergopoh-gopoh menemuiku di dapur.
Dengan muka dan baju yang masih kusut sehabis bangun tidur dia bercerita
kepadaku tentang mimpi barunya. Aku cuma tersenyum mendengar ceritanya sambil
kuselesaikan kegiatanku di dapur.
“Sungguh Dik Nita…, masak dia itu datang lagi, iya itu Si Pak Surya..,
dia datang dan berkata bahwa kupon togelku telah diambilnya. Aneh sekali….,
bagaimana bisa dia menunjukkan kupon di depanku ketika kusuruh dia
membuktikannya”. Suamiku semakin bingung dan terlihat agak geram ketika aku
hanya menimpalinya dengan kata-kata ringan dan berkata bahwa mimpi itu tidak
harus dianggap serius.
Walaupun sejujurnya aku sebetulnya juga berpikir dan merasa agak heran.
Selama aku kenal dengan Mas Herman, tidak pernah aku melihatnya segelisah
sekarang. Setelah dia dikeluarkan dari pabriknya karena perampingan pegawai,
dia jadi lebih sering di rumah karena beralih profesi menjadi sopir angkot.
Teman-teman sopir barunya termasuk teman-teman yang ramah dan mempunyai
solidaritas tinggi. Sering mereka datang ke rumah jika ada waktu luang.
Mereka sering
membicarakan tentang berbagai hal, mulai dari masalah penumpang, trayek,
polisi, masalah mesin, sampai-sampai masalah togel. Yang terakhir ini menjadi
populer sekarang di kalangan para sopir, setelah sabung ayam yang mulai kurang
musim. Berbagai cara dilakukan untuk meramal berapa angka togel yang akan
keluar pada bukaan undian berikutnya. Yang paling menyeramkan adalah ada
beberapa teman suamiku yang melakukannya dengan cara bersemadi selama semalam
suntuk di tengah-tengah kuburan dengan sesajen segelas kopi dan sebatang rokok
yang diletakkan di samping api bakaran kemenyan yang diletakkan tepat di depan
dimana dia duduk bersemadi. Aku tidak terlalu jelas apa dan bagaimana mereka
melakukan itu semua sehingga pada akhirnya ada roh halus yang memberikan berapa
nomor yang akan keluar kelak.
Sejauh ini memang ada beberapa cerita orang yang mendapat uang banyak
karena menang togel. Kupikir mereka begitu beruntung dan patut menikmatinya.
Tapi kalau dipikir lagi, berapa orang sih yang bisa mendapat uang banyak hanya
dengan togel.
Hari ini aku diajak paksa oleh Mas Herman pergi ke rumah atau ke
padepokan Pak Surya, orang yang berambut panjang itu. Aku tidak punya pilihan
lain, karena aku sangat mengerti tentang suamiku. Selain itu memang aku tidak
terlalu sibuk di rumah dan ingin pergi jalan-jalan santai di Hari Minggu yang
cerah. Setelah naik mobil angkutan beberapa menit aku merasakan betapa segarnya
udara di pagi hari yang cerah. Perjalanannya ternyata cukup jauh ke arah luar
kota. Setelah dua kali berganti mobil, kami akhirnya sampai pada sebuah desa
yang cukup sepi dan masih alami. Rumah rumah di sana masih jarang dan terlihat
penduduknya bersikap kurang ramah. Akhirnya kami pergi ke rumah Kepala Desa dan
menanyakan di mana letak Padepokan Karang Tumaritis.
Dengan nada yang lemah
lembut dan keramahan yang dibuat-buat Pak Lurah kemudian menceritakan bahwa
Padepokan itu sudah berpuluh tahun tidak ada. Dan menurut sejarahnya posisi
tepat padepokan itu sekarang telah menjadi makam keramat. Aku dan suamiku
bertatapan sejenak bertanya penuh keheranan dalam hati masing-masing.
Dengan rasa yang masih diliputi penasaran akhirnya kami bertekad untuk
mengunjungi makam yang dimaksud. Ternyata makam itu letaknya agak jauh dengan
pemukiman penduduk. Dan sepertinya sudah lama tak terurus. Diantara makam-makam
yang sudah tidak begitu terbaca dengan baik, ada dua makam yang terlihat
mencolok. Setelah kami dekati, benar saja salah satu makam tersebut adalah-
makam Pak Surya karena pada batu nisannya ada tulisan RM. Surya Sumantri, Wafat
tanggal 4-12-1901.
Malang, 27 Maret 2002