Tuesday, August 7, 2012

Sinar Bulan (Cerpen)


Tak kusangka waktu telah menunjukkan pukul 6 sore saat kuturun dari angkutan kota. Cuaca akhir-akhir ini diliputi mendung dan hujan. Hawa dingin menembus kulitku melalui pakaian kerudungku yang panjang mulai dari atas terus ke kaki. Aku bergegas berjalan di lorong gangku yang sempit karena hujan rintik-rintik membuat basah jalan.

Ujung bajuku sedikit basah karena air hujan. Tapi aku tenang saja karena ini baju ini sudah kupakai dua kali, jadi sudah saatnya dicuci. Setelah masuk rumah tiba-tiba hujan turun dengan deras sekali. Aku bersyukur aku tiba di rumah sebelum hujan deras, sebab aku tidak membawa payung tadi.

          Bu Sinta sangat baik padaku. Setiap aku ke rumahnya aku selalu disambut dengan baik dan ramah. Dia masih mempunyai seorang putri kecil umur 4 tahun, namanya Ratih. Ratih selalu minta kugendong setiap aku ke sana. Aku sungguh senang bila berkesempatan menggendongnya. Kadang-kadang timbul keinginan untuk memiliki seorang putri kecil seperti dia bila aku menikah kelak.

Bu Sinta adalah rekan kerjaku di sekolah. Dia mempunyai hobi yang sama denganku yaitu membaca. Setiap buku yang baru yang datang di perpustakaan, apalagi yang mengenai artikel ilmu pengetahuan, pasti sudah kami buking dulu. Sebagai seorang guru Bahasa Inggris Bu Sinta sangat menguasai bidangnya, terutama dengan grammar. Aku kagum sekali dengan kelihaiannya menerangkan kepada para siswa tentang grammar.

Pada jam-jam istirahat aku sering pergi ke kantin bersama Bu Sinta. Makanan kesukaan kami memang berbeda tetapi minuman kami sama. Tak terasa sudah setahun lebih kami bergaul semenjak aku diterima bekerja di sekolah sebagai guru BP. Aku sering membicarakan segala hal bersama dia sampai-sampai masalah pribadiku.

Aku segera menyantap makan malam yang dimasak ibu setelah selesai mandi dan berganti pakaian dan sholat. Ibuku sungguh setia melayaniku sampai aku sebesar ini. Aku jarang di rumah semenjak aku bekerja di sekolah sebagai guru BP. Sebetulnya aku ingin bekerja di sebuah perusahaan besar dengan gaji besar, tetapi semua lamaranku pada waktu itu tidak ada yang berhasil tembus. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan mengucap syukur masih diberi kesempatan bekerja.

          Aku segera mencuci piring setelah kubersihkan semua sayur sop kegemaranku. Udara cukup dingin untuk ukuran ruangan kamarku. Hujan masih saja turun meskipun sudah agak mengecil. Aku duduk di mejaku sambil kucari berkas data murid bermasalah yang akan kubuat laporannya besok.
 (bersambung)

TOGEL (Cerpen)


Tidaklah aneh jika suamiku marah-marah hanya karena kupon togel terbarunya hilang. Bagaimana tidak, sepertinya baru kali ini dia akan mendapatkan uang banyak karena nomor yang dibelinya telah keluar dalam undian togel.

Sudah cukup banyak uang suamiku dihabiskan untuk membeli kupon togel di agen togel di prapatan. Setiap pembelian tidak kurang dari tujuh kupon dengan tujuh angka dibelinya dengan harapan salah satu angka yang dibeli tersebut akan keluar dalam undian nantinya. Akan tetapi memang kemungkinan keluar angka dalam undian sangatlah kecil.

Sudah berkali- kali aku berusaha untuk memperingatkan suamiku bahwa apa yang dia kerjakan adalah kurang tepat dan tidak benar. Apalagi sekarang ini nilai uang sangatlah rendah dibanding dengan dulu sebelum krisis. Untungnya aku mempunyai sumber penghasilan sendiri dari kerja di pabrik rokok, sehingga dia masih agak leluasa membelanjakan uangnya. Kami biasa berbagi dan mengumpulkan uang untuk rumah tangga. Suamiku bekerja sebagai sopir angkutan kota. Keadaan kami tidaklah kekurangan, lumayan untuk sekedar menyambung hidup di kota besar yang ketat dengan persaingan.

Ceritanya berawal pada saat kami didatangi dua orang tamu yang bagiku cukup menyeramkan. Salah seorang diantaranya mempunyai rambut panjang dan sepertinya tidak terawat, kulit hitam, dan mengenakan pakaian seperti jubah berwarna putih usang. Orang tersebut berbicara dengan suara parau dan keras menggetarkan seluruh dinding triplek rumahku. Yang satu lagi cukup pendiam dengan perawakan kecil dan baju lusuh.

Aku tidak pernah mendapatkan cerita dari Mas Herman mengenai kedua orang itu. Tapi kupikir mungkin mereka ini teman baru. Kudengar dari dalam, ternyata mereka membicarakan wangsit yang telah datang di Malam Jumat Kliwon kemarin. Wangsit itu mengatakan bahwa keluarga kami, yaitu Mas Herman, suamiku akan mendapatkan anugerah dan berkah dalam waktu dekat ini. Tetapi akhirnya kedua orang itu yang mengaku berasal dari salah satu perguruan silat di daerah tepi kota,  meminta semacam uang lelah atau ongkos angkutan sebelum pamit pulang kepada Mas Herman. Dan jika berkenan kami dipersilakan untuk mampir di padepokan mereka.

Di jaman yang maju ini kupikir ada-ada saja ulah orang untuk mendapatkan uang. Bagiku kedua orang yang sebetulnya tidak dikenal tersebut tidak lebih hanyalah tukang tipu yang hendak menipu kami. Tapi aku yakin bahwa Mas Herman orangnya tidak mudah terperdaya oleh tipuan-tipuan semacam itu.

         Akan tetapi yang terjadi kemudian sungguh aneh. Mas Herman mengaku bermimpi tentang sebuah keberuntungan setelah kehadiran kedua orang itu. Dalam mimpinya, dua kali suamiku itu terus mendapatkan nomor togel dengan nomor yang sama. Dulu mimpi dan ramalan tentang nomor undian tidak pernah digubris oleh suamiku karena memang sebenarnya dia tidak suka dengan Togel atau Undian Harapan atau apalah namanya. Tetapi nomor dalam mimpinya itu ternyata adalah nomor yang keluar. Dan akhirnya Mas Herman menjadi penasaran dan kemudian rajin membeli nomer togel.

Sebelumnya tak pernah kualami Mas Herman marah-marah hanya karena kehilangan barang. Mungkin kali ini adalah momen yang paling tepat untuk membuktikan mimpi-mimpinya, membuktikan wangsit yang datang dari dua tamu itu, dan juga mengurangi  rasa penasaran yang timbul selama ini berkaitan dengan nomor togel. Aku sudah berusaha membantu mencarikan dimana letak dari lembaran kertas togel itu. Meskipun banyak juga kertas-kertas togel terdahulu yang belum terbuang.

Suamiku berkata bahwa jikalau dia ternyata berhasil mendapatkan uang dengan togel untuk yang pertama, dia akan segera menghentikan permainan togel ini. Kenyataan sekarang berkata bahwa dengan mempunyai 3 angka sesuai keluar dalam penarikan akan mendapatkan uang 450 kali dari uang yang disetorkan, dan seharusnya hari ini bisa langsung mengambil uangnya dengan kupon sebagai bukti tentunya. Akan tetapi karena entah hilang di mana maka suamiku tidak bisa pergi ke penjual kupon untuk menukar kuponnya dengan uang.

“Sudahlah Mas….,” ucapku sambil meletakkan tanganku setengah bersandar ke pundak belakangnya. “Memang belum saatnya kita mendapatkan uang seperti keinginanmu mungkin…, lagian kita kan sudah ada tabungan kalau hanya untuk membuat pagar dan mengecat dinding” lanjutku menghiburnya.

“Iya, tapi aku masih penasaran Dik, dengan kedua orang yang datang tempo hari”, jawabnya. “Bagaimana kalau kita ke padepokan mereka seperti yang mereka minta…?”. “Aku kan sibuk Mas. Paling jam 3 sore aku baru bisa sampai rumah. Itu pun kalau tidak lembur”, sanggahku. “Mereka itu tadinya kuanggap sambil lalu saja Dik Nita…., tapi akhirnya kok aku jadi sering bermimpi tentang apa yang mereka sebut-sebut wangsit dan berkah itu…”.

“Dan anehnya lagi tadi malam aku bermimpi lagi, tapi kali ini terasa jelas sekali. Orang yang berambut panjang kemarin itu, yang namanya Pak Surya datang dengan pakaian serba hitam. Sembari tersenyum ramah dia mengajakku berbicara dalam sebuah taman yang penuh dengan bunga. Anginnya sejuk sekali dalam taman itu. Setelah dia memberikan secarik gulungan kertas bertuliskan nomor togel, aku mengantuk dan tidur. Setelah bangun aku menyadari bahwa aku telah berada di tepi sungai yang sangat lebar dengan banyak buayanya”.

“Ketika sedang asyik bermain air di tepi sungai itu seekor buaya yang cukup besar berusaha menyerangku. Aku langsung lari secepat mungkin akan tetapi kakiku tersandung sesuatu dan aku langsung terbangun”, katanya sambil menoleh ke wajahku. “Lalu kamu cari tahu ke teman-temanmu berapa nomor untuk buaya”, sambungku menerka kelanjutan ceritanya. “Tepat…, dan kali ini aku betul-betul mendapat kesempatan itu, tapi….kuponnya kok bisa hilang ya….”, sambil menyeringai menahan jengkel. “Sudah kucari kemana-mana Mas, tapi ndak ada…”. Karena memang sudah lama mencari dan tak ketemu, akhirnya dia putuskan untuk merelakan saja hilangnya kupon togel itu.

Keesokan harinya kembali suamiku dengan tergopoh-gopoh menemuiku di dapur. Dengan muka dan baju yang masih kusut sehabis bangun tidur dia bercerita kepadaku tentang mimpi barunya. Aku cuma tersenyum mendengar ceritanya sambil kuselesaikan kegiatanku di dapur.

“Sungguh Dik Nita…, masak dia itu datang lagi, iya itu Si Pak Surya.., dia datang dan berkata bahwa kupon togelku telah diambilnya. Aneh sekali…., bagaimana bisa dia menunjukkan kupon di depanku ketika kusuruh dia membuktikannya”. Suamiku semakin bingung dan terlihat agak geram ketika aku hanya menimpalinya dengan kata-kata ringan dan berkata bahwa mimpi itu tidak harus dianggap serius.

Walaupun sejujurnya aku sebetulnya juga berpikir dan merasa agak heran. Selama aku kenal dengan Mas Herman, tidak pernah aku melihatnya segelisah sekarang. Setelah dia dikeluarkan dari pabriknya karena perampingan pegawai, dia jadi lebih sering di rumah karena beralih profesi menjadi sopir angkot. Teman-teman sopir barunya termasuk teman-teman yang ramah dan mempunyai solidaritas tinggi. Sering mereka datang ke rumah jika ada waktu luang.

Mereka sering membicarakan tentang berbagai hal, mulai dari masalah penumpang, trayek, polisi, masalah mesin, sampai-sampai masalah togel. Yang terakhir ini menjadi populer sekarang di kalangan para sopir, setelah sabung ayam yang mulai kurang musim. Berbagai cara dilakukan untuk meramal berapa angka togel yang akan keluar pada bukaan undian berikutnya. Yang paling menyeramkan adalah ada beberapa teman suamiku yang melakukannya dengan cara bersemadi selama semalam suntuk di tengah-tengah kuburan dengan sesajen segelas kopi dan sebatang rokok yang diletakkan di samping api bakaran kemenyan yang diletakkan tepat di depan dimana dia duduk bersemadi. Aku tidak terlalu jelas apa dan bagaimana mereka melakukan itu semua sehingga pada akhirnya ada roh halus yang memberikan berapa nomor yang akan keluar kelak.

Sejauh ini memang ada beberapa cerita orang yang mendapat uang banyak karena menang togel. Kupikir mereka begitu beruntung dan patut menikmatinya. Tapi kalau dipikir lagi, berapa orang sih yang bisa mendapat uang banyak hanya dengan togel.

Hari ini aku diajak paksa oleh Mas Herman pergi ke rumah atau ke padepokan Pak Surya, orang yang berambut panjang itu. Aku tidak punya pilihan lain, karena aku sangat mengerti tentang suamiku. Selain itu memang aku tidak terlalu sibuk di rumah dan ingin pergi jalan-jalan santai di Hari Minggu yang cerah. Setelah naik mobil angkutan beberapa menit aku merasakan betapa segarnya udara di pagi hari yang cerah. Perjalanannya ternyata cukup jauh ke arah luar kota. Setelah dua kali berganti mobil, kami akhirnya sampai pada sebuah desa yang cukup sepi dan masih alami. Rumah rumah di sana masih jarang dan terlihat penduduknya bersikap kurang ramah. Akhirnya kami pergi ke rumah Kepala Desa dan menanyakan di mana letak Padepokan Karang Tumaritis.

 Dengan nada yang lemah lembut dan keramahan yang dibuat-buat Pak Lurah kemudian menceritakan bahwa Padepokan itu sudah berpuluh tahun tidak ada. Dan menurut sejarahnya posisi tepat padepokan itu sekarang telah menjadi makam keramat. Aku dan suamiku bertatapan sejenak bertanya penuh keheranan dalam hati masing-masing.

Dengan rasa yang masih diliputi penasaran akhirnya kami bertekad untuk mengunjungi makam yang dimaksud. Ternyata makam itu letaknya agak jauh dengan pemukiman penduduk. Dan sepertinya sudah lama tak terurus. Diantara makam-makam yang sudah tidak begitu terbaca dengan baik, ada dua makam yang terlihat mencolok. Setelah kami dekati, benar saja salah satu makam tersebut adalah- makam Pak Surya karena pada batu nisannya ada tulisan RM. Surya Sumantri, Wafat tanggal 4-12-1901.  

Malang, 27 Maret 2002